Sejarah Singkat Masuknya Islam di Alor NTT dan
Al-Qur’an Berusia Lebih Dari Lima Abad
Agama yang
diperkirakan masuk pada abad 16 Masehi (ada pula sumber yang menyatakan abad 14
Masehi) bersamaan dengan jayanya Kerajaan Islam di Ternate, Maluku yaitu masa
kesultanan Sultan Ternate yang bernama Babullah. Islam masuk ke Alor dengan
dibawah oleh seseorang bernama Iang Gogo bersama-sama dengan lima orang
saudaranya (demikian dituturkan Bapak Saleh Pango Gogo, keturunan ke 13 Iang
Gogo).
Mereka,
akhirnya mendarat di Tanjung Bota Alor. Dalam penjalanan yang berbulan-bulan
karena kekurangan persiapan bahan makanan terutama air, maka dengan kemampuan
Iang Gogo yang diriwayatkan memiliki kemampuan ilmu kanuragan, menggunakan
tongkat kesaktiannya menusuk tanah. Dan dari bekas tusukan itu keluar mata air,
yang kemudian dinamakan Mata Air Banda. Saat ini tempat tersebut dinamakan
Bota, Alila Kecamatan Alor Barat Daya. Sejarah membuktikan bahwa sampai saat
ini mata air tersebut masih terdapat dipinggir pantai dan tetap dipergunakan
oleh masyarakat.
Meskipun telah
mendapatkan air di daerah yang gersang serta berbatu tersebut, namun para
musyafir tidak ingin untuk menetap. Akhirnya kelima orang bersaudara tersebut
melanjukan perjalanannya ke Pulau Pantar. Dalam perjalanan, mereka
berkesempatan singgah di salah satu daerah kecil yang sekarang disebut Desa
Aimoli, tempat berdiamnya Raja Baololong I. Mereka membangun persaudaraan
dengan Raja Baololong.
Bentuk jalinan
persaudaraan tersebut, sebelum mereka melanjutkan perjalanan, adalah kelima
bersaudara mengadakan tukar menukar kenangan-kenangan dengan Raja Baololong I.
Kenang-kenangan persaudaraaan berupa Moko (Nekara perunggu peninggalan
Kebudayaan Dongson, Vietnam) yang diserahkan oleh Iang Gogo dan saudaranya
sedangkan Raja Baololong membalas persahabatannya dengan menyerahkan Pisau.
Dari perjalanan
ke Pulau Pantar khususnya ke Balagar kelima bersaudara meneruskan perjalanan ke
Tuabang. Di Tuabang inilah mereka bersepakat untuk berpisah dengan masing-masing
membawa sebuah Alquran (terbuat dari kulit kayu) dan pisau khitan, sebagai
bekal menyiarkan Agama Islam. Ilyas Gogo menetap di Tuabang, Iang Gogo ke Alor
Besar (tempat dimana Alquran Kulit Kayu disimpan dan dipelihara dengan baik
hingga saat ini), Djou Gogo ke Baranusa, Boi Gogo ke Pulau Adonara (Lamahala)
Flores Timur dan Kimalis Gogo ke Kui (Lerambaing) Kecamatan Alor Barat Daya. Di
tempat masing-masing itulah kelima bersaudara melakukan tugas mulia yaitu
menyiarkan Agama Islam kepada pada penduduk yang saat itu masih menganut
kepercayaan lokal.
Dari awal kedatangan Iang Gogo di Alor Besar, Agama
Islam mulai tersebar di Kabupaten Alor. Iang Gogo menyampaikan Alquran Kulit
Kayu kepada Raja Baololong II, sekaligus melakukan aktifitas keagamaan sebagai
Guru Agama Islam kepada penduduk dengan mengajarkan tata cara mengaji, shalat
lima waktu, puasa zakat, berakhlak mulia dan lain-lain sekaligus sebagai juru
khitan. Panyebaran Agama Islam saat ini hanya sebatas pada kawasan pesisir,
sebagaimana persebaran komunitas Muslim di Kabupatern Alor sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar